Select Menu

Favourite

TENTANG CINTA

INSPIRING

SENI DAN BUDAYA

WISATA

RELATIONSHIP

Serba Serbi

LIFESTYLE

KAWRUH JAWA

KULINER

» » Filsafat Jawa : Air dan Batu Lebih Kuat Mana ?


Unknown 2:55 AM 0

Ssssttt.....disinilah tempatku mencari inspirasi ! Klik aja !
Banyak yang menganggap filosofi yang diberikan oleh para leluhur terutama di Jawa , saat ini dinilai sebagai hal yang kuno dan ketinggalan jaman. Padahal, filosofi leluhur tersebut berlaku terus sepanjang hidup. Dibawah ini ada beberapa contoh filosofi dari para leluhur/nenek moyang masyarakat Jawa. “Dadio banyu, ojo dadi watu” (Jadilah air, jangan jadi batu).

Kata-kata singkat yang penuh makna. Kelihatannya jika ditelaah memang ‘manungso kang nduweni manunggaling roso’ ( manusia yang mempunyai menyatunya rasa ) itu harus tahu bagaimana caranya untuk dadi banyu ( jadi air ).

Mengapa kita manusia ini harus bisa menjadi banyu (air)? Karena air itu bersifat menyejukkan. Ia menjadi kebutuhan orang banyak. Makhluk hidup yang diciptakan ALLAH SWT pasti membutuhkan air. Nah, air ini memiliki zat yang tidak keras. Artinya, dengan bentuknya yang cair, maka ia terasa lembut jika sampai di kulit kita. Berbeda dengan watu (batu). Batu memiliki zat yang keras. Batu pun juga dibutuhkan manusia untuk membangun rumah maupun yang lainnya. Pertanyaannya, lebih utama manakah menjadi air atau menjadi batu? Kuat manakah air atau batu?

Orang yang berpikir awam akan menyatakan bahwa batu lebih kuat. Tetapi bagi orang yang memahami keberadaan kedua zat tersebut, maka ia akan menyatakan lebih kuat air. Mengapa lebih kuat air daripada batu? Jawabannya sederhana saja, Anda tidak bisa menusuk air dengan belati. Tetapi anda bisa memecah batu dengan palu.

Kalau Anda berniat untuk mencari ilmu nyata ataupun ilmu sejati, maka carilah dengan sungguh-sungguh, maka Anda akan menemukannya. Namun jika Anda berusaha hanya setengah-setengah, maka jangan kecewa jika nanti Anda tidak akan mendapatkan yang anda cari. Filosofi di atas tentu saja masih berlaku hingga saat ini.

“Sopo sing kelangan bakal diparingi, sopo sing nyolong bakal kelangan”
(Siapa yang kehilangan bakal diberi, siapa yang mencuri bakal kehilangan).

Filosofi itupun juga memiliki kesan yang sangat dalam pada kehidupan. Artinya, nenek moyang kita dulu sudah menekankan agar kita tidak nyolong (mencuri) karena siapapun yang mencuri ia bakal kehilangan sesuatu (bukannya malah untung). Contohnya, ada orang yang kemalingan. Ia akan kehilangan uang atau apapun yang dimilikinya tetapi ALLAH Swt akan menggantinya dengan memberikan gantinya pada orang yang kehilangan tersebut. Tetapi bagi orang yang mengambil, sebenarnya ia untung karena mendapatkan uang atau apapun itu. Namun,ia bakal dibuat kehilangan oleh Sang Maha Pengadil, entah dalam bentuk apapun. dan tentu saja pasti ada siksaan yang lebih berat.

Hal ini seperti yang sedang terjadi di negeri kita, banyaknya koruptor atau maling, karena kurangnya pemahaman atau justru banyak yang meninggalkan wejangan para leluhur kita. dan bisa jadi tidak adanya pendidikan moral atau budi pekerti di sekolah2 di negara kita.
Dari filosofi – filosofi tersebut diatas, Nenek moyang kita sudah memberikan nasehat pada kita generasi penerus tentang keadilan ALLAH SWT itu.

«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments

Leave a Reply